Kamis, 20 Januari 2011

kloning

KLONING

Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan. Dalam bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel, atau organisme. Arti lain kloning digunakan pula di luar ilmu-ilmu hayati.
Kata ini diturunkan dari kata clone atau clon, dalam bahasa Inggris, yang juga dibentuk dari kata bahasa Yunani, κλῶνος ("klonos") yang berarti "cabang" atau "ranting", merujuk pada penggunaan pertama dalam bidang hortikultura sebagai bahan tanam dalam perbanyakan vegetatif.
. Terdapat 3 jenis kloning, yaitu :
1. DNA cloning, materi yang di clone adalah DNA itu sendiri.
2. Therapeutic cloning, suatu proses kloning yang akan dihasilkan suatu organ untuk keperluan medis.
3. Reproductive cloning, proses membuat suatu organisme baru.
Harus diakui bahwa perkembangan teknologi kloning sangat pesat. Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa kloning merupakan suatu terobosan penting dalam peradaban umat manusia. Sejak Robert W. Briggs dan Thomas J. King meng-clone katak padatahun 1952, sudah banyak hewan yang lahir dari proses kloning. Mulai Dolly (domba) sampai dengan Prometea (kuda).
Setelah berhasil meng-clone beberapa jenis binatang, para ilmuwan mulai mengarahkan fokus mereka pada kloning manusia. Alasan yang dikemukakan bermacam-macam, antara lain untuk membantu pasangan yang tidak subur untuk mendapatkan keturunan.
Beberapa tahun yang lalu (2002), suatu perusahaan bioteknologi Clonaid mengaku berhasil melakukan kloning terhadap manusia dan telah dilahirkan dengan operasi caesar pada 26 Desember 2002. Bayi tersebut diindentifikasi bernama Eve lahir dari wanita Amerika Serikat. Bayi tersebut berhasil di-clone setelah melalui 10 percobaan.
Pemimpin Clonaid sekaligus pemimpin sekte keagamaan Raelian, Claude Vorilhon, dalam wawancara dengan stasiun televisi C-B-S mengatakan bahwa kloning merupakan jalan menuju keabadian. Seperti yang diketahui bahwa sekte ini menganggap bahwa manusia merupakan hasil dari kloning makhluk luar angkasa sekitar 25 ribu tahun yang lalu.
Akan tetapi keberhasilan dari Clonaid masih diragukan kebenarannya. Hal itu dikarenakan proses kloning merupakan proses yang sangat rumit. Seorang pakar etika kedokteran Universitas Pensylvania, Arthur Caplan, mengatakan bahwa pada hewan perlu dilakukan 400 percobaan untuk menghasilkan 1 spesies apalagi pada manusia, tentu akan jauh lebih rumit. Selain itu, kloning meripakan suatu proses yang berbahaya. Setengah dari hewan yang berhasil di-clone akan mati dalam setahun sedangkan yang hidup akan menderita gangguan kesehatan. Sehingga beberapa ilmuwan mengatakan bahwa kloning merupakan jalan menuju penyakit yang abadi.
Sampai sekarang para ilmuwan masih mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai boleh-tidaknya kloning terhadap manusia. Tapi banyak ilmuwan yang masih melakukan eksperimen kloning terhadap manusia, walaupun dengan diam-diam.
Masalah etika kloning
Karena kemajuan teknologi baru-baru ini, kloning binatang (dan berpotensi manusia) telah menjadi masalah. Gereja Katolik dan organisasi keagamaan banyak menentang segala bentuk kloning, ] atas dasar bahwa kehidupan dimulai pada saat pembuahan. Yudaisme tidak menyamakan kehidupan dengan konsepsi dan, meskipun beberapa mempertanyakan kebijaksanaan kloning, Ortodoks rabi umumnya tidak menemukan alasan tegas dalam hukum Yahudi dan etika untuk menolak kloning. Dari sudut pandang klasik liberalisme , keprihatinan juga ada tentang perlindungan identitas individu dan hak untuk melindungi identitas genetik seseorang.
Gregory Bursa adalah seorang ilmuwan dan pengkritik keras terhadap pembatasan penelitian kloningGregory Pence juga menyerang ide kriminalisasi upaya untuk mengkloning manusia. Implikasi sosial dari skema produksi buatan manusia terkenal dieksplorasi di Aldous Huxley novel ' Brave New World .
Pada tanggal 28 Desember 2006, US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui konsumsi daging dan produk lainnya dari hewan kloning Kloning-produk hewani dikatakan hampir tidak bisa dibedakan dari hewan non-kloning. Kritikus menyatakan keberatan untuk FDA persetujuan dari-hewan produk kloning untuk konsumsi manusia, dengan alasan bahwa FDA penelitian ini tidak memadai, tidak tepat terbatas, dan validitas ilmiah dipertanyakan.
Beberapa konsumen-advokasi kelompok bekerja untuk mendorong sebuah program pelacakan yang memungkinkan konsumen untuk menjadi lebih sadar-hewan produk kloning dalam makanan mereka.
ABORSI
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu dan membingungkan masyarakat dan kalangan medis.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 - 349. Bahkan pasal 299
intinya mengancam hukuman pidana penjara maksimal empat tahun kepada seseorang yang memberi harapan kepada seorang perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan.
4. Aborsi dan UU Kesehatan
Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah dilunakkan dengan memberikan peluang dilakukannya aborsi. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut di atas.

Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud tindakan medis tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan media dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang artinya menggugurkan janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan pengertian yang membingungkan tentang aborsi.

4. Aborsi yang tidak aman
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian.

Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya .

5. Hak atas pelayanan kesehatan
Banyaknya kematian akibat aborsi yang tidak aman, tentu sangat memprihatinkan. Hal ini diakibatkan kurangnya kesadaran dari perempuan dan masyarakat tentang hak atas pelayanan kesehatan. Padahal bagaimanapun kondisinya atau akibat apapun, setiap perempuan sebagai warganegara tetap memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan kewajiban negaralah untuk menyediakan hal itu. Hak-hak ini harus dipandang sebagai hak-hak sosial sekaligus hak individu yang merupakan hak untuk mendapatkan keadilan sosial termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan pelayanan. Hak atas pelayanan kesehatan ini ditegaskan pula dalam Pasal 12 Konvensi Penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (Konvensi Perempuan) dan UU Kesehatan.

Dalam hal Hak Reproduksi, termasuk pula didalamnya hak untuk membuat keputusan mengenai reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan kekerasan seperti dinyatakan dalam dokumen-dokumen hak-hak asasi manusia (Rekomendasi bab 7 Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional di Kairo 1994).

6. Hak-hak pasien
Sebuah Lokakarya tentang Kesehatan Perempuan, yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan The Ford Foundation, (1997) merumuskan hak-hak pasien sebagai berikut:

a. Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang mendasar, mudah diakses, tepat, terjangkau
b. Hak untuk terbebas dari perlakuan diskriminatif, artinya tidak ada pembedaan perlakuan berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, agama, suku bangsa.

c. Hak memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai:
1. Kondisi kesehatan
2. Berbagai pilihan penanganan
3. Perlakuan medis yang diberikan
4. Waktu dan biaya yang diperlukan
5. Resiko, efek samping dan kemungkinan keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
6. Hak memilih tempat dan dokter yang menangani
7. Hak untuk dihargai, dijaga privasi dan kerahasiaan
8. Hak untuk ikut berpartisipasi dalam membuat keputusan
9. Hak untuk mengajukan keluhan

7. Pelayanan yang diharapkan dalam aborsi
Tersedianya sarana pelayanan formal:
a. Fasilitas konseling
b. Jaminan tindakan aborsi
c. Pengetahuan tentang prosedur, usia kehamilan, resiko
d. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, alat kontrasepsi (mencegah aborsi berulang).
8. Bagaimana Aborsi Yang Aman?

Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.

Aborsi aman bila:
• Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi
• Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
• Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri
• Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.
Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali Perempuan yang memutuskan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar